BUS kota memang fenomenal. Di satu sisi sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum, terutama yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Namun, di sisi lain sikap ugal-ugalan sopir bus sangat menyebalkan bagi sebagian pengguna jalan lain. Itulah kondisi memprihatinkan bus kota di Palembang. Keberadaan bus kota ini ibarat menggebuk nyamuk di dahi, digebuk sakit tak digebuk darah diisap.
Bus kota makin menjadi perbincangan hangat ketika penyelenggaraan SEA Games XXVI di Palembang. Ada rencana ”gajah berjalan” itu akan diistirahatkan selama even olahraga bergengsi tersebut. Namun, pengelola bus, sopir, dan kernet malah berpikiran lain, mereka berharap bisa meraup rupiah sebanyak-banyaknya ketika Kota Palembang dipadati pengunjung dari belasan negara di Asia Tenggara.
Inilah momen meraup keuntungan selain musim lebaran. Namun, keberadaan bus kota yang digerayangi aksi copet dan penodongan di dalamnya membuat sebagian warga resah. Belum ada jaminan keamanan di dalam bus yang beroperasi di dalam kota metropolis tersebut. Kondisi ini sebenarnya sudah lama terjadi, namun seakan dibiarkan.
Terkait rencana penyetopan operasi selama SEA Games, 11-22 Nopember nanti, sebagian warga mengaku bingung dengan kebijakan aneh tersebut. Informasi itu makin membuat runyam ketika wacananya berubah-ubah. Malah terkesan tidak ada kekompakan antara pemerintah kota dan pemerintah provinsi dalam mengatur dan mengendalikan bus kota di Palembang.
”Terus terang selaku pengguna bus kota saya bingung dengan rencana kebijakan itu. Kemarin dikatakan pakai pelat ganjil genap, tidak boleh lewat Ampera untuk angkutan umum. Sekarang, melarang bus kota dan mobdin jalan. Adalagi kebijakan baru agar menggunakan sepeda atau becak. Jadi mana yang benar,” cetus Hesti, mahasiswi PTS di kawasan Jl A Yani, yang berdomisili di Pusri, kemarin.
Sehari-hari, kata Hesti, ia menggunakan bus kota untuk datang ke kampusnya. "Kan belum ada trayek transmusi Pusri-Plaju, jadi saya naik bus kota. Kalau bus kota tidak lewat Ampera, bagaimana saya kuliah. Kalau naik angkot terus, nyambung transmusi kayaknya nambah ongkos lagi, beban hidup saja sudah berat, ditambah ongkos yang berlipat, gila aja,” keluhnya.
Hesti berharap pemerintah melakukan simulasi penyetopan bus kota, bila rencana itu benar-benar dijalankan. Sebab, kata dia, ketika kuliah nanti mereka yang berada di ujung Palembang tidak bingung.
"Apa mesti libur kuliah, kan tidak jadi life must go on walaupun memang kita agak intens ke SEA Games," tukasnya.
Lain lagi dengan Tomi, ia lebih menyorot soal jalur sepeda yang sampai saat ini belum dipastikan jalurnya. "Sepeda itu tidak bisa disatukan dengan jalur kendaraan bermotor atau jalur orang pejalan kaki. Sekarang di mana jalur sepeda untuk Jakabaring atau tempat lain di Palembang. Gimana mau Go Green kalau jalur sepeda tidak ada," kritik anggota salah satu komunitas sepeda di Palembang.
Bukan cuma jalur sepeda, tapi juga fasilitas lain terkait penggunaan sepeda sebagai sarana transportasi. "Sepertinya pemerintah sedang bingung dan hanya fokus ke venues yang belum selesai, padahal transportasi harus dipikirkan matang. Kalau menggunakan sepeda, apalagi kalau disebut disiapkan ribuan sepeda ontel harus dipikirkan jalurnya, belum lagi fasilitas penitipan sepeda," kata dia.
Soal rencana pelarangan bus kota, Tomi hanya tertawa. "Berarti orang naik panser dong, mana cukup transmusi melayani semua penumpang bus kota, sekarang saja sudah desak-desakan. Saya gak bisa bayangin saat jam sibuk. Apa seluruh warga Palembang ini mesti tidur di rumah, padahal orang ingin keluar nonton SEA Games,” tukasnya.
Devi, penumpang bus dari Kertapati ini mengaku bingung bila bus kota tidak ada saat SEA Games. Mengatasi kemacetan, pemerintah berencana menyetop operasional itu H-15 sebelum SEA Games. Padahal dia bekerja melewati Ampera setiap hari. Namun, dia juga merasa geram dengan kelakuan penodong di dalam bus kota, apalagi ada yang berkedok sebagai pengamen. Intinya, kata cewek berkerudung itu, keamanan di dalam bus umum itu harus diperhatikan oleh pemerintah dan polisi.
”Saya baru-baru ini ditodong oleh dua orang yang berkedok pengamen. Kami dipaksa memberi uang. Kata penodong itu, kalau tidak diberi uang, mereka akan merampok tas dan handphone kami. Penumpang pasti takut. Kasus itu malah terjadi di jantung kota di atas bus ketika melintas di Ampera. Masak bertahun-tahun kejahatan di dalam bus kota masih saja terjadi. Apa tidak ada solusi?,” ujarnya penuh tanda tanya. (mg18/05)
SUMBER: Sumatera Ekspres, Selasa, 11 Oktober 2011
Rabu, 12 Oktober 2011
Dibutuhkan, tapi Menakutkan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar